Paradoks Wakil Rakyat

PKS Cikarang Timur - Salah satu Paradoks yang saya temukan pada sebagian Anggota Legislatif (Aleg) di daerah khususnya adalah dalam soal publikasi. Soal yang sejatinya krusial bagi mereka yang mengemban dan menyandang status sebagai Wakil Rakyat.

Dimana letak paradoks yang saya maksud? Menjelang agenda Pemilu Legislatif (Pileg) digulirkan, bisa dipastikan semua Caleg mempromosikan diri. Membentuk opini dan imagining (pencitraan) di masyarakat sebagai calon wakil rakyat yang amanah, penyerap aspirasi masyarakat nomor wahid, pejuang rakyat, pembela kaum buruh, serta klaim atas semua hal-hal baik yang sebelumnya entah dilakukan entah tidak. Intinya, semua ingin menegaskan personal branding masing-masing, yang pada akhirnya sama saja, bermuara pada kalimat; "Dudukan saya sebagai anggota dewan!"

Dalam pembentukan personal branding yang dilakukan masing-masing Caleg, komunikasi tentu saja menjadi satu hal penting yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Hal ini dilakukan secara massal maupun pribadi. Tentu saja peran portal berita online, media sosial, baliho, surat kabar, radio, dan kampanye tak bisa dinafikan sebagai penyambung pesan yang dikategorikan secara massal. Belum lagi SMS, telepon, hingga kunjungan door to door dilakukan secara pribadi guna menyampaikan informasi; "Mohon do'a dan dukungannya. Pilih Saya. Saya tak akan lupa...bla..bla..bla.." Apapun itu, intinya; Dikomunikasikan!

Namun pada akhirnya, setelah para Caleg ini terpilih atas dukungan masyarakat. Tak sedikit yang melupakan komunikasi sebagai faktor pendukung penting yang membuat mereka menduduki jabatan saat ini. Banyak Anggota Dewan yang tiba-tiba saja "mengasingkan diri". Seolah berkontemplasi dalam hingar jaminan gaji dan tunjangan lima tahun kedepan. Bersemedi dalam mobil plat merah nan gratisan. Khidmat dalam kebijakan-kebijakan pembagian dana bantuan sosial, proyek, anggaran ini-itu. Serta khusyu' mengumpulkan "recehan" untuk dispensasi kepartaian, keluarga, serta pribadi melalui lembaga-lembaga fiktif dan Laporan Pertanggung Jawaban nan abu-abu (kalau tak mau dikatakan abal-abal). Nyata!

Meski tak semua demikian, namun oknum wakil rakyat yang "berkontemplasi" dalam hal-hal di atas sangatlah banyak. Wajar bila mereka tiba-tiba sangat sulit dihubungi. Lumrah bila SMS atau telepon Anda tak terjawab. Jangan heran bila mereka bicara dengan nada songong atau mulai menjaga jarak dengan masyarakat. Bahkan anggap saja wajar bila mereka enggan bertegur sapa lagi dengan Anda saat bersua di jalan. Maklumi saja, memang inilah kriteria orang mulai terkena Penyakit Sableng nomor 19; Lupa darimana berasal! Hahaha...

Bila menilik fakta di atas, maka menjadi mafhum kita bersama bila dalam setiap momen gelaran Pemilu angka Golput selalu tinggi. Barangkali selain faktor ideologi yang menyoal demokrasi, sikap apriori masyarakat atas perilaku banyak oknum Anggota Dewan yang menjabat di periode sebelumnya menjadi penyebab hilangnya sebuah nilai kepercayaan.

Mengembalikan kepercayaan masyarakat memang tidak mudah, namun bukan pula suatu hal yang mustahil untuk dilakukan. Intinya kembali pada konsep awal; Komunikasi!. Memang tak seharusnya masyarakat nongkrong di Gedung Dewan. Tak semestinya juga para Anggota Dewan ini memberikan detail laporan dalam angka-angka kepada setiap orang. Tak bisa juga seorang Anggota Dewan mengunjungi satu per satu rumah konstituennya.

Untuk itulah, sejatinya peran media sebagai penyambung informasi dan tali rasa bisa dimaksimalkan. Tak ada salahnya seorang Anggota Dewan memiliki asisten yang dapat mengelola hal-hal terkait informasi dan komunikasi ini. Menjadi sangat berharga dan berkesan bagi masyarakat bila dalam satu waktu tertentu mendapatkan SMS dari seorang Pejabat Publik. Ungkapan kalimat singkat nan sederhana seperti: "Assalamu'alaykum. Apa kabar, Bapak/Ibu? (fulan/fulanah, Anggota Dewan dari Partai Anu)" yang masuk ke inbox masyarakat akan menjadi cerita tersendiri yang dapat mendukung citra sebagai wakil rakyat yang tak lupa diri.

Pun bila seorang Anggota Dewan memiliki akun di jejaring sosial. Akan sangat menggembirakan bagi anak-anak sekolah bila tiba-tiba saja mendapat pesan di wall atau time line mereka meski hanya sepenggal kalimat positif seperti; "Bagus sekali kalimat motivasinya, @Adik Fulan/Fulanah". Atau di lain itu, publikasi kegiatan atau kunjungan di media cetak maupun online setidaknya juga bisa menjadi bahan "penyejuk" hati masyarakat dari orang yang dipilihnya dengan kesungguhan.

Pungkasan, publikasi kerja nyata bagi seorang pejabat publik bukan hanya soal pencitraan. Namun lebih dari itu, sejatinya apa yang diinformasikan adalah sebuah pertanggungjawaban kepada masyarakat. Bila itu semua dilewatkan, sebanyak apa pun kontribusi seorang pejabat publik kepada masyarakat, maka bukan tidak mungkin sebagian besar masyarakat akan menganggapnya tidak ada. Apalagi yang hanya berkerja ala kadarnya.

Ya, barangkali satu hal yang perlu kita ingat bersama; Setiap pekerjaan hendaklah memiliki record dan report. Tak terkecuali untuk siapapun itu.

Salam Peradaban. Semoga Sukses Berkah! :)

Penulis: Eko Cecep Wahyudi
@ewahyudie On Twitter
ewamazing.com



Aplikasi Android ::: PKS Cikarang Timur | Klik Download Aplikasi Android

0 Response to " Paradoks Wakil Rakyat "

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Anda: