Gerebek Teroris Berani, Kenapa Tidak Dengan Maksiat?

TATKALA sebagian warga hanyut merayakan malam tahun baru, langit ciputat malam itu nampak berbeda. Tak banyak yang mengira, akan ada suara desingan peluru yang dihempaskan, bersahutan menembus dingin udara, dan menewaskan enam orang anak manusia.

Malam itu, Densus 88 yang memakai senjata lengkap datang untuk menumpas orang orang yang dikatakan sebagai ‘terduga teroris’.Penggerebekan yang berlangsung di salah satu rumah kontrakan di Ciputat tersebut dilakukan selama sekitar 8 jam.


Densus menduga, mereka yang tinggal ditempat tersebut saat itu adalah pelaku penyerangan polisi beberapa waktu yang lalu.
Tak dapat dipungkiri, untuk urusan tangkap menangkap Teroris, Densus sebagai satuan khusus yang dibentuk POLRI ini memang terkenal kuat dan cepat dalam bertindak. Densus selalu sigap dalam melumpuhkan apa yang mereka sebut Teroris, kendati mereka yang disebut baru sebatas terduga.

Seolah tanpa rasa belas kasihan dan tanpa banyak pertimbangan. Membunuh tanpa ampun kendati belum sampai bukti bukti yang nyata. Bukti kerap dicari belakangan, setelah terduga ditembak duluan.

Paradoks Negara

Beda Ciputat, beda lagi di tempat lainnya. Malam itu menjadi ajang untuk melakukan hura hura. Di berbagai titik, diadakan beragam pesta. Acara hiburan yang diisi artis artis menjadi pusat perhatian warga. Mereka berjoged, menyanyi, dan banyak lagi. Di kota maupun di desa, keadaan tak berbeda.

Di luar tempat tempat pesta, anak anak muda mengisi malam dengan sesuatu yang lain. Mereka yang memiliki modal, membooking hotel hotel. Mulai dari kelas melati hingga kelas tinggi. Mereka berzina untuk merayakan tahun baru yang mungkin mereka tunggu. Adapula diantara mereka yang menghabiskan malam dengan mabuk mabukan. Karenanya, tak mengherankan bila pada pagi harinya angka kecelakaan mendadak tinggi. Entah apa sebabnya; mungkin mengantuk karena puas maksiat semalam suntuk, atau linglung karena efek mabuk.

Kendati memprihatinkan, apa yang dilakukan dimalam tahun baru tersebut bukannya tanpa perhatian. Sebelum malam tahun baru tiba, sudah banyak pihak yang mengingatkan agar Pemerintah melarang warganya melakukan beragam aktivitas hura hura yang penuh maksiat di malam tersebut. Banyak diberitakan, Majlis Ulama Indonesia di berbagai daerah mengingatkan masalah ini. Begitupula dengan berbagai Ormas Ormas yang peduli. Tentu bukan karena mereka sok suci, tapi karena menyayangi warga Indonesia, terlebih karena mayoritas mereka adalah muslim.

Tapi, bagaimana yang terjadi di malam tersebut? Mereka yang menaruh perhatian pada masalah tersebut pantas kecewa. Pasalnya, tak ada upaya sesigap dan setaktis layaknya yang dilakukan Densus 88 pada para terduga teroris. Padahal, mereka bukan lagi para terduga maksiat, mereka sudah benar benar tersangka maksiat. Tentu, mestinya masalah kemaksiatan ini tak disikapi dengan sepele. Pasalnya, dampak yang ditimbulkan kemaksiatan dengan pelaku jutaan orang ini boleh jadi menimbulkan bencana yang lebih besar ketimbang apa yang akan dilakukan oleh beberapa orang terduga teroris.

Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, penguasa memiliki fungsi sebagai junnah [tameng]. Tugasnya melindungi dan mengatur kehidupan rakyatnya agar terjaga hak haknya. Dalam konteks ini, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani (2001;52) menuturkan bahwa ada delapan hal mesti di jaga oleh Negara. Antara lain; eksistensi manusia, akal, kehormatan, jiwa, kepemilikan individu, agama, kemanan dan negara.

Pada dasarnya, memberantas terorisme adalah tugas Negara sebagai bagian penjagaan atas rakyat yang berhak mendapatkan kemananan. Lewat kepanjangan tangannya, Negara dapat melenyapkan unsur unsur yang mengganggu. Hanya dalam Islam, patut didefinsikan terlebih dahulu; siapa yang layak di sebut teroris dan mengganggu itu. Demikian pula dengan mekanisme memberantasnya. Tak dibenarkan Negara membunuh warganya hanya karena diduga melakukan tindak kriminal. Mesti ada bukti yang nyata dan dapat dipertanggung jawabkan sebelum memberi sanksi atas rakyatnya.

Tentu saja, dalam konteks ini yang dilakukan oleh Densus 88 yang membunuh para terduga adalah kesalahan. Bahkan boleh dikatakan sebagai pembunuhan tanpa alasan yang haq. Padahal, aktivitas tersebut merupakan dosa besar. “Sesungguhnya barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya”.[TQS Al-Mâidah:32]

Di sisi lain, dalam Islam tugas Negara tak hanya menjaga keamanan. Negarapun mesti melakukan penjagaan agama yang dianut rakyat yang dipimpinnya. Tak dibenarkan Negara membiarkan bahkan memfasilitasi beragam hal yang dapat mengantarkan rakyatnya untuk melakukan tindakan dosa. Sikap tak sungguh sungguh Negara dalam melakukan penjagaan terhadap aktivitas beragama rakyatnya akan menuai keburukan dihadapan Allah SWT. “Setiap kalian adalah ra’in (penanggung jawab), dan masing-masing akan ditanya tentang tanggungjawabnya. Penguasa adalah penanggung jawab atas rakyatnya, dan akan ditanya tentangnya. Suami menjadi penanggung jawab dalam keluarganya, dan akan ditanya tentangnya.” (Muttafaq ‘Alaih)

Walhasil, Negara mestinya tak pilih pilih dalam menjaga kedelapan hak rakyat yang disebutkan sebelumnya. Semua adalah tanggung jawab yang harus disikapi serius. Termasuk masalah keamanan dan agama yang dibicarakan dalam tulisan ini.

Hanya sungguh disayangkan, fakta yang ada Negara sepertinya masih pilih pilih dalam menjaga hak rakyat. Ini boleh jadi karena penerapan sistem politik Demokrasi yang sarat politik uang telah membuka celah bagi Korporasi untuk menjadi penguasa bayangan dalam panggung pemerintahan. Pada gilirannya, kebijakan Negara dapat ditekan sesuai arahan dan kepentingan mereka . Tak heran akhirnya delapan hak rakyat yang mesti dijaga tersebut dapat diabaikan bila ternyata merugikan Korporasi.

Memang tak dapat disangsikan, Negara membutuhkan sistem politik alternatif yang lebih baik dan dapat memberikan jaminan penjagaan yang sempurna atas seluruh kepentingan rakyatnya. Sistem tersebut tak lain adalah sistem Khilafah Islam, yang secara empiris maupun historis mampu memberikan penjagaan tanpa pandang bulu.| Islampos

0 Response to "Gerebek Teroris Berani, Kenapa Tidak Dengan Maksiat?"

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Anda: