Yusril Ajukan Uji Materi ke MK, Hatta Tak Galau


Jakarta--Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengaku tak khawatir atas rencana uji materi terhadap Pasal 7 Ayat (6a) Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2012 yang memungkinkan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pemerintah siap menghadapi upaya uji materi tersebut.

"Ada Menteri Hukum dan HAM yang akan menghadapi itu. Menkumham sudah cukup menguasai. Kita tidak ragu soal itu," kata Hatta kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (3/4/2012).

Hatta mengatakan, mengajukan uji materi terhadap suatu undang-undang merupakan hak konstitusional setiap warga negara. Indonesia adalah negara hukum. Pemerintah tak dapat meniadakan hak konstitusional tersebut. Senin (2/4/2012), Mahkamah Konstitusi didesak oleh beberapa kalangan untuk membatalkan ketentuan Pasal 7 Ayat (6) dan Ayat (6) Huruf a UU APBN-P 2012. Ketentuan tersebut dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum, bertabrakan satu sama lain, sehingga bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 28D Ayat (1), Pasal 28H Ayat (1), dan Pasal 33.

Mantan Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra kemarin mendaftarkan uji materi UU tersebut dengan mengatasnamakan rakyat. Ia menerima siapa pun yang bermaksud bergabung sebagai pemohon uji materi. Selain Yusril, Federasi Ikatan Serikat Buruh Indonesia yang diwakili oleh kuasa hukum Andi M Asrun juga meminta pembatalan pasal yang sama.

Demikian pula dengan Serikat Pengacara Rakyat yang diwakili oleh Habiburokhman. Menurut Yusril, keberadaan Pasal 7 Ayat (6) Huruf a telah mengakibatkan ketidakpastian hukum karena multitafsir. Bahkan, ketika dibahas di DPR, terjadi perdebatan penafsiran di antara anggota DPR sendiri. "Kalau dalam sebuah pasal di UU mengandung makna yang multitafsir, dia dapat dibatalkan MK. Atau MK menafsirkannya supaya dia sesuai dengan konstitusi," ujar Yusril.

Adapun Pasal 7 Ayat (6) mengatur harga jual BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan. Sementara Pasal 7 Ayat (6) Huruf a mengatur, dalam hal harga rata- rata minyak mentah Indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan selama enam bulan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, maka pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan kewenangan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.

Yusril menyatakan bahwa Pasal 7 ayat 6a dalam Undang-Undang APBN-P 2012 menimbulkan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian itu dapat berdampak pada masyarakat terutama kelas menengah ke bawah.

"Ketentuan Pasal 7 ayat 6a telah mengakibatkan ketidakpastian hukum," kata Yusril. Menurutnya, rumusan norma di dalam ayat 6 a tersebut mengandung ketidakpastian setiap warga negara Indonesia yang menggunakan bahan bakar minyak bersubsidi. Ayat itu memberikan kewenangan pada pemerintah dengan tanpa persetujuan DPR untuk menyesuaikan harga BBM jika ada kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen dari harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) selama enam bulan.

"Berapa akan dinaikkan, kenapa dinaikkan, kapan dinaikkan, kapan diturunkan itu tidak pasti. Akibatnya setiap pengguna BBM bersubsidi, (seperti) tukang ojek, sopir angkot, taksi, tukang gorengan, dan pemilik warung, termasuk ibu rumah tangga, sekarang berada di dalam ketidakpastian," jelasnya.

Yuzril berpendapat bahwa ketidakpastian bertentangan dengan Pasal 28 d ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945, yang berisi hak atas pengakuan, jaminan perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum bagi semua warga negara. Lagi pula, kata Yuzril, ayat 6a ini diimbangi dengan pemberian bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) yang baru akan dianggarkan, sementara harga barang di pasaran terlanjur naik. Hal itu berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat karena BLSM belum turun.

"Ini juga bertentangan dengan Pasal 28 h ayat 1 yang mengatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin. Karena itu, ketentuan ayat 6a berpotensi bisa dibatalkan MK karena menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat," kata Yusril.

Yusril menilai, secara materiil, Pasal 7 ayat 6a juga bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945. Ia merujuk pada penafsiran MK tahun 2003 ketika menguji Pasal 28 Undang- undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Ada multitafsir jika dikaitkan dengan dua undang-undang tersebut. Yuzril mengatakan, minyak dan gas merupakan sumber kekayaan alam yang dikuasai negara dan harus dimanfaatkan sebesarnya untuk kemakmuran rakyat. Jadi, selamanya harus ada kontrol terhadap harga migas yang tidak boleh diserahkan ke mekanisme pasar seperti dalam ayat 6a.

"Memang ketentuan ayat 6a tidak seluruhnya menabrak Pasal 33 seperti ditafsirkan MK. Artinya, pemerintah tetap lakukan kontrol pada harga BBM yang kemungkinan akan tetap disubsidi, tapi berapa harga kenaikannya akan diserahkan ke pemerintah itu sendiri. Jadi ada titik singgungnya dengan Pasal 33. Harus diingat, dalam Pasal 33, sumber kekayaan alam itu dikuasai negara, bukan pemerintah," ujarnya.

Adapun alasan Yusril mengajukan pengujian formal atas ayat tersebut didasarkan pada pembentukan Pasal 7 ayat 6a yang dianggap bertentangan dengan Pasal 5 dan 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. "Kalau kita lihat ayat 6 dan 6a itu bertabrakan satu sama lain. Ayat 6 mengatakan BBM enggak boleh naik, tapi ayat 6a boleh naik. Ini hanya menyangkut teknik penyusunannya saja. Intinya ayat 6a kembali tidak mendukung kejelasan rumusan dan mengandung ketidakpastian hukum," jelas Yusril.

Dengan banyaknya multitafsir dari Pasal 7 ayat 6a ini, menurut Yusril, ada kemungkinan MK dapat membatalkan pasal tersebut. MK juga memiliki kewenangan untuk menafsirkan ayat tersebut agar sesuai dengan konstitusi.

0 Response to "Yusril Ajukan Uji Materi ke MK, Hatta Tak Galau"

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Anda: