Dari Politisi Dunia ke Politisi Akhirat

Hikmah dari Wafatnya Ustadzah Yoyoh
Catatan Erwyn Kurniawan

Izinkan saya mengambil sudut pandang berbeda dalam melihat wafatnya Ustadzah Yoyoh Yusroh. Beberapa jam setelah mendapat kabar duka tersebut, tiba-tiba saja saya teringat dengan kasus yang membelit M. Nazaruddin. Sederet pertanyaan berkecamuk di benak saya: mengapa kedua peristiwa ini terjadi secara bersamaan? Adakah keduanya berkelindan? Hikmah apa yang bisa diambil dari kedua peristiwa yang saling bertolak belakang tersebut?


Dalam kacamata sebagai seorang muslim, kita yakin tak ada secuilpun kejadian di dunia ini yang luput dari desain Allah. Bahkan daun-daun yang berguguran sekalipun. Begitu juga kedua kejadian tersebut di atas. Setelah beberapa saat merenung, akhirnya saya menemukan kaitannya. Saya teramat yakin, kedua kejadian itu terjadi secara bersamaan karena Allah memberikan hikmah didalamnya.

Masih ingatkah kita dengan kematian tak terduga beberapa anggota DPR masa bakti 2009-2014? Dimulai dari pucuk pimpinan dewan, yakni Wakil Ketua DPR Marwoto Mitrohardjono. Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu meninggal dunia pada 3 Januari 2010. Lalu politikus Partai Golkar, Burhanuddin Napitupulu yang meninggal saat bermain golf di Senayan pada 21 Maret 2010. Kemudian ada Mustokoweni Murdi, juga dari Partai Golkar yang wafat pada Jumat, 18 Juni 2010 ketika kunjungan kerja Komisi II ke Jawa Tengah.

Tak berhenti disitu. Masih ada Setia Permana, dari PDIP yang meninggal dunia karena perahu yang ditumpanginya terbalik saat kunjungan kerja ke Bunaken, Sabtu, 7 Agustus 2010. Disusul Cecep Syarifuddin dari PKB yang wafat pada 28 Oktober 2010. Dan yang paling mengejutkan ialah wafatnya Adjie Massaid dari Partai Demokrat. Suami Angelina Sondaakh itu meninggal dunia setelah bermain bola pada Jumat 4 Februari 2011 malam. Wafatnya salah satu kader terbaik dakwah, Ustadzah Yoyoh Yusroh, menambah daftar panjang di atas.

Dan yang sangat menarik, meninggalnya Ustadzah Yoyoh terjadi saat nama anggota DPR, M. Nazaruddin menjadi headline di berbagai media massa karena kasus suap. Ada apa?

Inilah puncak teguran Allah kepada anggota DPR yang kebanyakan diantara mereka lebih mementingkan dunia. Ada yang korupsi untuk memperbanyak harta, bergaya hidup mewah, saling intrik untuk mencapai kekuasaan, saling ejek di media, dan perbuatan tak pantas lainnya. Mereka berlomba-lomba mendapatkan kenikmatan semu dunia. Mereka lupa bahwa kehidupan dunia hanya sementara dan sangat singkat. Tapi ditilik dari kelakuan mereka, seolah sangat yakin jika mereka akan hidup selamanya. Karena itu, tak masalah melakukan korupsi dan suap, asal dapat menambah pundi-pundi kekayaan dunia.

Mengapa saya mengatakan puncak teguran?
Pertama, wafatnya Ustadzah Yoyoh menjadi kisah kematian tak terduga yang kesekian kalinya yang dialami anggota DPR periode sekarang. Tapi, ternyata semua itu belum bisa menyadarkan anggota dewan yang terhormat.

Kedua, Allah menjadikan Ustadzah Yoyoh sebagai salah satu contoh terbaik yang sepatutnya ditiru oleh anggota DPR. Sepanjang menjadi legislator, tak ada kisah buruk yang menyertainya. Selain sibuk sebagai anggota dewan, almarhumah juga tak melupakan identitasnya sebagai muslimah dan kader dakwah. Beliau tetap mengaji, memberikan pengajian. Dan bahkan masih bisa membaca al-Qur’an sebanyak 3 juz per hari, seperti kesaksian Ustadz Salim Fillah. Berbagai kesaksian setelah beliau wafat kian menegaskan bahwa beliau tetap sosok seorang ustadzah yang militant, istiqomah, dan bersahaja.

Allah seolah ingin berkata kepada anggota DPR khususnya, kita pada umumnya, bahwa untuk menghadapi kematian, lakukanlah persiapan seperti yang dilakukan Ustadzah Yoyoh: berbuat baiklah setiap saat dan dimanapun; jangan tergoda dunia; jangan kotori politik; jangan cemari gedung dewan dengan kelakuan tak bermoral.

Dan ingat, kematian tak bisa diprediksi. Bisa datang kapan saja dan dimanapun. Tak peduli kita sehat; tak peduli kita sakit; tak peduli kita anggota DPR; tak peduli kita kader partai yang berkuasa. Inilah menurut saya, hikmah tersembunyi mengapa dua peristiwa yang paradoks: wafatnya Ustadzah Yoyoh dan dugaan kasus suap M Nazaruddin, terjadi secara bersamaan.

Kini, semuanya berpulang pada para anggota DPR yang masih hidup, dan tentu juga kita. Masihkah kita terjebak rayuan dunia? Masihkah kita berlomba-lomba menumpuk harta? Masihkah kita memperebutkan kekuasaan dengan cara-cara kotor? Jika itu yang kita pilih, yakinlah, usai kita meninggal, sangat sedikit orang yang menangis, atau bahkan tak ada sama sekali. Karena kita hanya mewarisi keburukan; bukan kebaikan.
Tapi jika kita mengikuti jejak almarhumah Ustadzah Yoyoh, yakinlah, jutaan orang akan menangisi kepergian kita. Ribuan orang akan berebut menshalati kita. Orang-orang berebut mengusung keranda kita. Dan warisan kebaikan yang kita tinggalkan, akan terus dibincangkan umat manusia.

Persis seperti yang dikatakan oleh Ustadz Rahmat Abdullah. Kata beliau, betapa banyak manusia berumur panjang namun nisannya hanya bertuliskan: nama, tempat/tgl lahir, dan tgl wafatnya. Tapi, lanjut beliau lagi, usia Nabi Muhammad saw hanya 63 tahun, namun nisannya tak cuma berisikan tiga hal di atas. Hingga hari ini dan masa nanti, umat manusia akan terus membicarakan jejak-jejak luhur kebaikan yang telah ditorehkannya.

Karena itu, ijinkan saya untuk berkata kepada wakil rakyat: sudah saatnya berubah dari politisi dunia menjadi politisi akhirat mengingat telah terlalu banyak Allah memberikan teguran. Wallahua’lam bishshowab.

Erwyn Kurniawan (kontributor tetap www.islamedia.web.id/kader jatimulya

0 Response to "Dari Politisi Dunia ke Politisi Akhirat"

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Anda: