Kisah Abdul Ghani Kasuba: Dari Muallaf Politik hingga Gubernur

PKS Cikarang Timur - Tidak semua orang bisa menjadi ulama sekaligus menjadi politisi dengan performa atau kinerja yang baik. Memulai perjalanan di dunia politik secara tidak disengaja, Kiai Haji Abdul Ghani Kasuba adalah ulama yang berhasil membuktikan diri sebagai politisi yang amanah.

Perjuangan Abdul Ghani dalam bidang politik untuk memajukan rakyat Maluku Utara sebenarnya mendapatkan dukungan rakyat, namun praktik curang saat pemungutan suara membuatnya harus berjuang. Dia bersama tim harus memastikan Pilkada Putaran Kedua Maluku Utara dapat berlangsung jujur dan benar untuk dapat menjaga suara-suara yang mendukungnya. Setelah memenangi gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK), Abdul Ghani yang akan dilantik pada Senin, 5 Mei ini dapat bersyukur.

Sebelum merantau untuk menuntut ilmu ke Kota Nabi, Abdul Ghani belajar di sekolah Islami yang didirikan oleh Yayasan Al-Khairat. Pendidikannya sejak Sekolah Dasar (SD) di Madrasah Diniyah Amaliyah (MDA) Al-Khairat hingga Madrasah Mualimin Al-Khairat (setingkat SMA) membuatnya punya dasar yang mumpuni dalam pendidikan Islam, sehingga dia melanjutkan pendidikan tinggi ke Islamic University of al-Madinah al-Munawarah.

Sepulangnya dari Madinah, Abdul Ghani mengabdikan diri kepada Yayasan Al-Khairat tersebut sebagai Kepala Inspeksi. Selama 25 tahun dia mendirikan sekolah-sekolah di berbagai daerah terpencil dari Maluku Utara hingga Papua, sekaligus menerapkan ilmu yang dipelajarinya di Fakultas Dakwah saat di Madinah.

Aktivitas Abdul Ghani dalam bidang pendidikan menarik perhatian Partai Keadilan. Kontribusinya dalam bidang dakwah membuat Partai Dakwah mengajaknya untuk ikut serta dalam Pemilu Legislatif 2004 sebagai calon anggota parlemen.

“Waktu itu saya merasa disebut muallaf dalam perpolitikan. Saya tidak dianggap (berpotensi). Yang pertama karena tidak banyak uang, kemudian tidak tahu lika-liku politik,” ungkapnya ketika mengingat pencalonannya sebagai calon anggota DPR RI dari Maluku Utara.

Di luar dugaan, ternyata masyarakat Maluku Utara memberikan amanah kepada Abdul Ghani untuk menjadi wakil mereka di Senayan. Kontribusinya sebagai pendakwah di daerah-daerah di Maluku Utara membuatnya menjadi wakil rakyat, meski dia tidak punya banyak dana saat itu.

“Jadi selalu saya punya patokan, yaitu kerja. Jangan tanya uang dulu. Bekerja dulu. Uang pasti kejar dari belakang. Itu tekad saya sampai berani mencalonkan diri menjadi wakil DPR,” ungkap senior dari Hidayat Nur Wahid di Islamic University of al-Madinah al-Munawarah ini.

Meskipun Abdul Ghani dapat lolos ke Senayan pada 2004, pengalaman berbeda dialaminya ketika diberi amanah oleh PKS untuk menjadi Calon Gubernur Maluku Utara pada 2013 lalu. Dipasangkan bersama Muhammad Natsir Thaib, Abdul Ghani menggunakan singkatan nama AGK-Manthab.

Pada Pilkada Putaran Pertama, tidak ada pasangan kandidat yang dapat mencapai 30 persen suara, sehingga harus ada Pilkada Putaran Kedua. Pada putaran kedua ini, AGK-Manthab menang setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Maluku Utara melakukan pelanggaran dengan mengesahkan hasil perolehan suara di delapan kecamatan di Kabupaten Kepulauan Sula yang mengandung kecurangan.

"Sangat melelahkan. Rival mempunyai dukungan yang luar biasa di wilayahnya, namun kita lewati dengan baik, akhirnya keluar keputusan itu. Saya juga melihat memang mereka partai besar dan memiliki dana besar. Saya apa adanya menyerahkan data yang cukup lengkap ke MK," kenang Abdul Ghani saat menceritakan kemenangan gugatannya di MK adalah berkat data-data yang lengkap dari Kabupaten Kepulauan Sula.

Berbeda kepulauan, Abdul Ghani bersama tim saksi dan advokasi PKS juga harus memastikan pilkada dilaksanakan dengan jujur di Kabupaten Pulau Taliabu. Dia dan tim saat itu harus mengawasi bahwa Pemungutan Suara Ulang (PSU) dapat dilaksanakan dengan jujur dan benar, tidak seperti pada pemungutan suara sebelumnya di wilayah ini. Di Pulau Taliabu, Abdul Ghani merasakan perjuangan sesungguhnya dalam mengawasi pemilu.

Dia dan istri tinggal di salah satu rumah warga di Pulau Taliabu yang hampir setiap malam dilempari batu. Istrinya mengaku takut dengan intimidasi rutin tersebut. Abdul Ghani kemudian memberi dukungan kepada istrinya untuk tidak takut dengan ancaman tersebut, “Kamu jadi Ibu Gubernur itu jangan panako (penakut). Kalau mau jadi Ibu Gubernur itu harus berani. Kalau tidak berani, kita orang pulang saja, tidak usah berhadapan Pemilu.”

Mengetahui laporan tim AGK-Manthab diintimidasi di Pulau Taliabu, Polisi dan TNI kemudian mengerahkan pengamanan kepada tim tersebut. Dengan kapal perang berlabuh di pesisir Pulau Taliabu, teror terhadap mereka berhenti.

Abdul Ghani sempat diajak oleh Polri dan TNI untuk berlindung ke Luwuk di Sulawesi Tengah yang hanya berjarak dua jam dengan speed boat, namun dia menolaknya “Jenderal harus di depan, anak buah harus di belakang. Terpaksa Kapolda minta Brimob yang kawal saya sampai hari Senin, Selasa, Rabu. Rabu sudah terkumpul semua form C1 itu baru saya sore itu meluncur ke Luwuk,” ungkap Abdul Ghani. Setelah melalui berbagai perjuangan dalam mengawasi langsung pemungutan suara, kini Abdul Ghani Kasuba, Muhammad Natsir Thaib, serta seluruh tim dapat bersyukur.

“Kalau kita menjalankan dakwah tidak difitnah, kita kembali ke belakang. Kau periksa dulu kau punya niat. Mungkin niat kau sudah terlalu sempit sehingga bajalan seakan-akan tidak ada halangan. Ketika kau dapatkan tantangan, dapatkan cobaan yang berat, kau harus yakin jalanmu sudah benar. Sepeti ketika saya diusir, dilempar ketika masuk ke sebuah desa. Ketika saya diperlakukan seperti itu, saya yakin saya akan mendapat jalan dan pertolongan untuk jadi Gubernur,” kenang Abdul Ghani. (dirangkum dari berbagai sumber/ pks.or.id)




Aplikasi Android Aplikasi Android

0 Response to "Kisah Abdul Ghani Kasuba: Dari Muallaf Politik hingga Gubernur"

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Anda: