[PKS Cikarang Timur] Ketika berkunjung ke Nagari Mapat Tunggul Kabupaten Pasaman terjadi
peristiwa lucu. Saat memberi sambutan camat setempat berkata : "Bapak2
tamu kami dari Pemprov Sumatera Barat, selamat datang di daerah kami
Mapat Tunggul, yang terhormat Bapak Gubernur atau yang mewakili," tentu
saja rombongan dari pemprov langsung memotong. "Bukan mewakili, ini
memang Pak Gubernur yang langsung datang, ini beliau," protes salah
seorang kepala SKPD. Camat tersebut lalu meralat kata-katanya, namun
dari ekspresi wajahnya terlihat seakan-akan ia masih tak percaya bahwa
yang datang itu adalah Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno langsung.
Mungkin karena penampilan Irwan Prayitno yang santai dan tidak telalu
protokoler membuat ia masih ragu. Dalam perjalanan pulang kami masih
tertawa-tawa mengingat kejadian lucu itu.
Irwan Prayitno memang selalu tampil sederhana, bahkan atribut gubernur
yang biasa dipasang di dada kiri oleh gubernur atau pejabat pada umumnya
nyaris tak pernah dipakainya. Saya hanya sekali melihat beliau
memakainya, yaitu saat Presiden RI berkunjung ke Sumatera Barat. Itupun
karena diingatkan oleh protokol Presiden. Mungkin karena penampilannya
yang sederhana dan tanpa atribut itu yang membuat camat Mapat Tunggul
ragu, apakah yang berdiri di depannya benar-benar Gubernur Sumatera
Barat?
Dulu pernah tiga orang tamu berkunjung ke rumah dinas gubernur. Irwan
ditemani teman beliau Suwirman, ngobrol dan bercerita tentang berbagai
hal. Setelah cukup lama bercerita, kebetulan Irwan ada keperluan masuk
ke dalam rumah. Saat Irwan berada di dalam, setengah berbisik tamu tadi
bertanya kepada Suwirman, "Sudah hampir satu jam kami menunggu, kok Pak
Gubernur belum juga keluar," tanyanya sang tamu.
"Lho, yang barusan bercerita dengan kita tadi kan Pak Gubernur," ujar
Suwirman. Tamu tadi terkejut dan baru sadar atas kekeliruannya. Dalam
fikirannya, gubernur itu adalah sosok yang sangat berwibawa, penuh
atribut dan bahkan cendrung menakutkan. Yang ia temui ternyata adalah
Irwan yang bersahaja , santai, dan penuh keakraban. "Maaf Pak, maaf
Pak," ujarnya berkali-kali dan segera minta permisi pulang karena malu.
Irwan juga menolak mengganti kendaraan dinasnya dengan yang baru hingga
kini (setelah 3,5 tahun menjabat). "Kendaraan ini masih bagus dan masih
bisa dipakai," ujarnya. Menurutnya masih banyak prioritas lain atau
dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Ia
juga menolak pembangunan rumah dinas baru untuknya, meski sudah
tercantum telah dianggarkan tahun sebelumnya. "Pembangunan rumah
masyarakat dan fasilitas umum yang rusak akibat gempa, itu lebih
penting," ujar Irwan menegaskan.
Pasca gempa hingga kini Gubernur Irwan masih berkantor di rumah.
Sebelumnya sudah dibangun kantor yang baru untuk gubernur dan telah siap
untuk ditempati. Namun setelah melihat kondisi pegawai pemprov
berdesak-desakan berkantor sementara di aula kantor gubernur, Irwan
memutuskan tidak jadi menempati kantor yang baru tersebut, sebagai ganti
ia menyuruh tiga SKPD menempati kantor baru tersebut, pindah dari aula.
Irwan tetap berkantor sementara di rumah dinas. Meski rumah yang ia
tempati saat ini sudah banyak yang bocor dan kropos dimakan rayap.
Dalam melakukan perjalan ke luar provinsi, Irwan tak pernah memilih
maskapai penerbangan. Apapun jenis pesawat dan maskapai penerbangannya,
asalkan jadwalnya cocok dan bisa menghemat waktu, baginya tak masalah.
Dan ia selalu memilih dan merasa nyaman duduk di kelas ekonomi.
Tentang penampilannya yang sederhana, tanpa atribut serta minim
protokoler itu Irwan mengatakan ia tak ingin ada pembatas antara ia dan
masyarakat. "Saya kan juga manusia biasa, kenapa harus ada simbol-simbol
yang membuat jarak antara kita?" ujarnya.
Dalam kehidupan sehari-hari bagi Irwan memang tak mengenal istilah
diskriminasi, dari pejabat tinggi, pengusaha kaya sampai sopir dan
tukang kebun sekalipun ia perlakukan sama. Pegawai tak merasa seperti
hubungan atasan dan bawahan, lebih terasa sebagai teman. Ia dengan mudah
akrab dengan siapa saja. Jika makan dalam perjalanan , beliau mengecek
satu persatu anggota rombongan yang pergi bersama beliau, baik pengawal,
sopir atau siapa saja. Setelah lengkap dan duduk bersama, barulah
beliau mulai makan. Irwan juga tak sungkan makan di kaki lima sekalipun.
Dalam kota, beliau menolak menggunakan mobil pengawalan, kecuali dalam
keadaan mendesak. Seringkali pemilik acara masih menunggu-nunggu
kedatangan gubernur dengan menyimak raungan sirene mobil pengawalan.
Ternyata sirine itu tak pernah terdengar, gubernur sudah datang tepat
waktu tanpa pengawalan dan malah sudah duduk bersama mereka.
Oleh Yongki Salmeno
0 Response to " Catatan 4: Penampilan Sederhana Irwan Prayitno Membuat Camat Ragu Bahwa Ia Gubernur "
Posting Komentar
Tinggalkan Pesan Anda: