Ada pelajaran sangat menarik dari vonis yang di jatuhkan kepada Luthfi Hasan Ishaq,seperti apa yang dituturkan oleh Tifatul Sembiring di harian kompas….KAPAN?
Mantan
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu berharap semua kader PKS
mengambil pelajaran dari vonis untuk Luthfi Hasan Ishaaq yakni tidak
memiliki niat untuk korupsi.
"Fakta
persidangan harus jadi pelajaran semua orang, bahwa berniat pun sudah
dihukum. Fakta persidangan, Pak Luthfi tidak terima uang langsung dari
Indoguna. Yang terima (uang) Fathanah dan uang itu belum sampai (ke
LHI). Kuota impor belum ditambah. Ini pelajaran bagi semua, khususnya
bagi kader PKS, harus sangat berhati-hati, berniat saja tidak boleh,"
kata Tifatul di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/12/2013).
Hal
itu dikatakan Tifatul ketika dimintai tanggapan vonis untuk LHI sebesar
16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan oleh
Pengadilan Tipikor Jakarta.
Untuk
menjerat pelaku tindak pidana, KPK ternyata tidak hanya dengan OOT
(operasi tangkap tangan) beserta barang bukti. Kini niat pun bisa
menjerat seseorang tersangka atau pesakitan sampai dengan turun vonis.
Bisa jadi ke depan akan ada penyadapan terhadap niat seseorang.
Padahal
niat itu ada didalam hati seseorang dan yang mengetahui niat seseorang
hanyalah dirinya dan Allah SWT. Jadi rasa sulit untuk menilai niat dari
sebuah perbuatan seseorang.
Kita akan bisa menilai niat itu ketika sebuah perbuatan dan implikasi sudah dilakukan oleh orang tersebut.
Ada sebuah cerita yang terjadi di masa Rasulullah.”
Dalam
suatu perang, ada sahabat Rasulullah yang berduel dengan musuhnya,
seorang kafir, dengan sengitnya. Mereka sama jago dan beraninya. Suatu
ketika yang muslim
menyerang dan yang kafir menangkis. Tapi di lain waktu yang kafir menyerang dan yang muslim harus menangkis.
Melihat duel yang sengit itu banyak sahabat yang mengelilingi untuk m
engawasinya.
Akhirnya suatu ketika pedang si kafir terlempar keluar dan dia jatuh
terduduk. Sekarang dia tidak bersenjata. Dia pasti dengan mudah
dikalahkan.
Pedang
si muslim sudah terayun tinggi, tinggal digerakkan dengan cepat ke
leher si kafir. Maka pasti kepalanya tertebas. Namun saat mau
mengayunkan turun pedangnya, si kafir bersayahadat. Menyatakan
keislamannya. Kalau sudah Islam, maka sudah menjadi saudara. Harusnya
dimaafkan. Tidak boleh dibunuh lagi.
Sahabat muslim tidak jadi mengayunkan pedangnya. Teman-tem
annya melihat ini tidak setuju dan berteriak, “Tebas saja. Tebas saja. Dia hanya bersyahadat agar dia selamat tidak kamu bunuh.”
Sahabat
muslim bimbang. Apakah harus mengayunkan pedang, karena dia musuh dan
teriakan teman-temannya yang mengatakan syahadat sebagai alibi adalah
hal yang masuk akal. Tapi kalau dia melakukan, takutnya dia berdosa
karena membunuh seseorang yang sudah tobat. Seorang muslim yang harusnya
dimaafkan.
Akhirnya
sahabat muslim ini memutuskan tidak membunuh si kafir dan hanya
menawannya. Teman-temannya tidak puas. Dan sewaktu bertemu dengan
Rasulullah,
mereka menceritakan peristiwa ini.
Rasulullah membenarkan perbuatan yang dilakukan sahabatnya.
“Tapi si kafir melakukan itu agar selamat saja. Dia tidak berniat mengucapkan syahadat,” para sahabat berargumen.
“Tidak
ada orang yang bisa melihat niat seseorang. Biarlah dia dimaafkan dan
dijadikan tawanan. Untuk masalah niatnya benar atau sekedar ingin
selamat, hanya Allah dan dia yang tahu. Biarlah Allah yang akan
memutuskan. Kita tidak boleh memutuskan benar salahnya niat seseorang.”
Hati-hati
dengan niat anda, bisa jadi kini KPK mempunyai alat sadap yang paling
canggih di dunia yang berasal dari negeri antah berantah. Niat pun kini
bisa di sadap.
by: Sahabat Baik
PKS CIKTIM Ok.
BalasHapusPengadilan tipikor (KPK) Sudah jauh dari rasa KEADILAN karena hakim sama sekali tidak mempedulikan pembelaan yang tim kuasa hukum LHI. setuju kl hakim dicap sebagai tukang stample doang.
BalasHapus