Pesta demokrasi di Kabupaten Bekasi
telah usai dilaksanakan pada tanggal 11 Maret 2012. Tepat jam 13.00 semua TPS
mulai menghitung hasil pemungutan suara. Sore hari sudah terlihat kecenderungan
siapa pemenangnya, karena 70% suara sudah masuk. Pasangan no. 1 Neneng Yasin
dan Rohim Mintareja tampak bakal memenangkan pilkada ini.
Tanggal 15 Maret 2012 KPUD
mengukuhkan kemenangan Nero, nama keren pasangan nomor 1 ini. Nero memperoleh
442.857 suara (41,06%). Urutan kedua diperoleh pasangan nomor 2 yaitu Sa’duddin
dan Jamalul Lail Yunus atau yang disebut SAJA dengan memperoleh 331.638
(30,75%). Pasangan Darip Mulyana dan Jejen Sayuti (Dahsyat) berada diurutan
terakhir dengan perolehan 304.108 suara (28,19%).
Jadi siapa pemenangnya?
Sudah jelas Neneng-Rohim!
Sudah jelas Neneng-Rohim!
Tapi tunggu dulu…. Coba kita dengar suara-suara miring tentang kemenangan ini. Banyak laporan money politics berasal dari berbagai tempat di Kabupaten Bekasi. Hampir merata! Berarti ini pelanggaran pilkada terstruktur dan masiv. Money politik selalu menghantui pilkada. Kalau benar Nero melakukan money politik berarti pasangan ini gagal menang dengan terhormat. Berarti pemenang pilkada ini adalah arogansi kapitalis membeli suara rakyat yang lugu.
Istilah uang cendol, uang cincau,
nyiram, ngebom semua dikonotasikan uang untuk membeli suara rakyat. Apakah
pasangan yang menang dengan cara demikian pantas disebut sebagai pemenang?
Kalau ya, maka yang kalah bukan hanya pasangan lawan, tapi juga KPUD sebagai
penyelenggara dan panitia pengawas daerah (panwasda) sebagai pengawas yang tak
pandai melihat kecurangan di dalam terang benderangnya siang dan malam.
Yang paling menyedihkan adalah
kekalahan seluruh rakyat Kabupaten Bekasi melawan kekuasaan uang yang telah
mengelabui rakyat dengan membeli suara mereka. Selain itu, ini adalah pertanda
kekalahan atau kegagalan pendidikan politik di negeri kita setelah lebih satu
dekade malaksanakan pemilu dan pilkada langsung.
KEKALAHAN KPUD
Coba kita total berapa pemilih yg
menggunakan hak pilihnya pada pilkada kali ini. 1.078.603 saja dari sekitar 1.7
juta yang tertera dari daftar pemilih tetap yang dikeluarkan secara resmi oleh
KPUD. Berarti hanya 63%. Artinya 37% tidak menggunakan hak pilihnya. Atau
sekitar 625 ribu orang tidak memilih, dengan berbagai alasan. Ini berarti 1,5
kali jumlah orang yang memilih sang pemenang!
Berbagai alasan dari 625 ribu orang
yang tak menggunakan hak pilihnya. Ada yang tidak sreg dengan ketiga pasangan
calon. Ada yang sudah tidak tinggal di kabupaten Bekasi lagi. Alias sudah
pindah. Ada yang tidak mendapatkan surat undangan dan kartu pemilih, meskipun
sebenarnya namanya tertera di DPT.
Lho, kok bisa? Bukankan KPUD telah
melakukan pemutahiran data pemilih? Seharusnya memang demikian. Tapi memang
kenyataannya, ini tak dilakukan secara maksimal. KPUD hanya menyerahkan DPS
(Daftar Pemilih Sementara) ke RW dan menyerahkan Ketua RW untuk memutahirkan
data pemilih di lingkungan masing-masing. Dilaksanakan atau tidak, KPUD tak
melakukan verifikasi terhadap “pemutahiran data” yang dilakukan RT/RW. Semua
DPS yang kembali ke KPUD dengan pengurangan dan penambahan atau tanpa
pengurangan dan penambahan sama sekali dianggap telah dimutahirkan oleh RW
masing-masing.
Maka tak heran jika banyak DPT yang
persis sama dengan DPS. Banyak DPT yang memuat nama-nama warga secara dobel.
Karena RW dan jajarannya malas meneliti DPS, tiba-tiba memasukkan nama warganya
dalam daftar pemilih tambahan, padahal warga tersebut telah tercantum dalam
DPS. Yang menyedihkan banyak pengakuan RT/RW yang telah menambahkan nama
warganya yang tak tercantum dalam DPS, tapi tetap tak muncul dalam DPT.
Jadi siapa yang gagal dalam pilkada
ini. Menurut saya yang gagal bukanlah pasangan yang kalah. Tapi yang gagal
adalah KPUD. Dia gagal meningkatkan tingkat peran serta masyarakat dalam
pilkada. Dia gagal dalam menyusun DPT yang faktual. Dia gagal menghindari
banyaknya warga yang tak mendapatkan kartu pemilih. Dia gagal memenuhi hak-hak
warga untuk memilih. 37% warga yang tak menggunakan hak pilihnya menunjukkan
kegagalan KPUD sebagai penyelenggara hajatan besar ini.
KEGAGALAN PANWASDA
Kegagalan berikutnya adalah
kegagalan Panitia Pengawas Daerah. Puluhan laporan money politics bagai
kejahatan di dalam gelap yang tak pernah berhasil dideteksi oleh Panwas. Setiap
laporan selalu dituntut disertakan bukti, saksi, pelaku, tempat dan saat
terjadinya secara detail. Seakan Panwas tidak pernah memahami bagaimana cara
kerja calo politik dalam permainan ini. Mereka bagai belut licin yg berjalan di
dalam lumpur becek di malam yang gelap gulita. Meskipun tak terlihat, suara
gerakannya terdengar jelas. Memantul dari mulut orang-orang yang mendapatkan
uangnya.
Karena tak pandai (baca: tak mau)
melakukan investigasi maka dengan ringkas Panwas menyimpulkan bahwa suara gaduh
itu hanya isu belaka. Lalu mengatakan dengan lantang bahwa Pilkada berjalan
relatif bersih dan terkendali.
KEKALAHAN RAKYAT
Yang paling sering dan selalu kalah
telak adalah rakyat jelata. Rakyat jelata selalu gagal dalam menolak money
poltitics. Yang menyedihkan bahkan mereka menganggap uang itu wajar mereka
peroleh sebagai upah untuk memilih pasangan tertentu. Karena itu mereka enggan
memilih pasangan yang tak memberikan apa-apa.
Keadaan demikian seakan dibiarkan
saja oleh pemerintah. Sehingga frustrasi menyaksikan penyakit ini, beberapa
parpol membuat jargon dan spanduk yang bertuliskan, “Terima uangnya, jangan
pilih orangnya!”
Seorang teman harus pulang kampung
ke Sukatani saat pilkada karena KTP-nya masih KTP Sukatani. Ketika tiba di
rumah orang tuanya dia bertanya kepada ayah dan ibunya, apakah sudah memilih.
Jawaban: “Sudah”
Tanya teman saya, “Memilih siapa?”
Jawab: No. 1
Tanya: “Lho, kenapa?”
Jawab: “Kan, sudah dikasih uang sepuluh ribu.”
Teman saya: (tak mampu berkata-kata)
Tanya teman saya, “Memilih siapa?”
Jawab: No. 1
Tanya: “Lho, kenapa?”
Jawab: “Kan, sudah dikasih uang sepuluh ribu.”
Teman saya: (tak mampu berkata-kata)
Jadi siapa menang siapa kalah dalam
Pilkada Kebupaten Bekasi yang baru lalu?
Yang menang adalah UANG, dan yang kalah adalah RAKYAT!
Yang menang adalah UANG, dan yang kalah adalah RAKYAT!
Cikarang Baru, 17 Maret 2012
Ditulis karena keprihatinan yang mendalam atas pilkada di Kabupaten Bekasi yang diindikasikan banyak beredar uang untuk membeli suara rakyat. … Juga pada pilkada di seluruh Indonesia.
Ditulis karena keprihatinan yang mendalam atas pilkada di Kabupaten Bekasi yang diindikasikan banyak beredar uang untuk membeli suara rakyat. … Juga pada pilkada di seluruh Indonesia.
Sumber:
http://politik.kompasiana.com/2012/03/18/pilkada-bekasi-siapa-menang-siapa-kalah/
bner skali...... itu... rakyat kita itu kalah dgn uang.. tapi jgn slah kan rakyat.. karena rakyat tidak tau apa2.... slah kan mreka smua yg mngerti akan poltik dan yg membagikan uang
BalasHapus