Belajar Mencintai dan di cintai

Seorang suami bercerita kepada saya, bahwa dalam usia pernikahannya yang memasuki tahun ketiga, ia tak juga merasa semakin mengenal isterinya. Masih sekian banyak hal-hal asing dan –bahkan– aneh yang ia temukan pada diri seorang makhluk “halus” bernama isterinya itu. Siapakah dirimu, wahai isteriku ? Demikian ia sering bertanya dalam hati.


Seorang perempuan yang tiba-tiba menangis tanpa sebab-sebab yang bisa diterima akal laki-laki. Seorang perempuan yang tiba-tiba ngambek hanya karena urusan kecil menurut ukuran laki-laki. Sesekali sedemikian manja dan amat ceria, pada kesempatan lain tampak begitu keras. Sesekali tampak cerdas dan pintar dalam berargumentasi, sesekali lain tampak sedemikian emosional dan logikanya tidak jalan.

Seperti ia sedang dihadapkan pada sebuah laboratorium bernyawa, tengah ada banyak penelitian dan pelajaran yang bisa dieksplorasi. Ia menghadapi hari-hari yang berharga, pengenalan demi pengenalan, pengalaman demi pengalaman, dan berbagai pertanyaan yang belum semua terjawabkan. Dulu waktu masih lajang, ia seorang pemuda yang tak berani bercanda dengan lawan jenisnya. Ia seorang laki-laki yang clingus kata orang Jawa, pemalu berat. Tak pernah berdekat-dekatan dengan perempuan. Sejak menikah, tiba-tiba setiap hari ia berhadapan dengan perempuan.

Dunia laki-laki sering mengajarkan pola hidup rasional, argumentatif, cenderung mengeliminir unsur perasaan, dan dalam banyak hal : kaku. Ia lebih bisa memahami mengapa seseorang berkelahi, daripada mengapa ada orang menangis dalam menyelesaikan masalah. Ia lebih bisa menerima seseorang yang berdebat-debat dalam mempertahankan keinginannya, daripada seseorang yang diam membisu dalam mengekspresikan kehendak. Ia lebih mudah mengerti jawaban “iya” dan “tidak”, daripada bahasa perasaan yang mengalir tanpa kejelasan.

Cukup sulit baginya mengerti makna air mata.....

oleh: Abu Rasyidah Muhyiddin

0 Response to "Belajar Mencintai dan di cintai"

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Anda: