Kisah Nazir Musholla dan Penghianatan Tetangga | By @NandaKoswara

PKS Cikarang Timur - Kamu sudah bangun sejak sebelum shubuh, sebelum akhirnya harus berangkat tepat pukul 06.00 dan akhirnya terlambat tiga puluh menit dari niat sebelumnya. Ini 9 April, hari dimana orang orang pergi ke tempat pemungutan suara dan menjadi warga negara yang baik, meskipun pada hari yang lain mereka sudah baik dengan menggunakan lajur kanan hanya untuk mendahului ketika sedang berada di jalan raya.

Revalina menunggui kamu yang tampak tidak punya malu meskipun sudah terlambat setengah jam, laki laki memang suka cuek dengan waktu, maka tidak jarang kaumnya lah yang sering merasa ditinggal calon kekasihnya untuk melaksanakan pernikahan dengan pria lain. Revalina menanti dengan anggun sambil berusaha mengenakan sepatu kets hitamnya.

Dia memulai dialog

“Apakah kamu siap bersaksi hari ini?”
“Aku?”
“Iya, kamu”
“Aku tidak bersaksi hari ini, revalina”
“Lantas?”
“Aku.. aku mengatur para saksi”
“Sejenis pekerjaan?”
“Lebih tepat tanggung jawab”
“Bertanggung jawab untuk siapa?”
“Untuk banyak orang”
“Orang Indonesia?”
“Yang jelas orang Indonesia, karena kita tidak punya banyak waktu untuk memikirkan orang asing”

Revalina mengangguk tanda mengerti, walaupun sebenarnya tidak. Mereka berjalan penuh kepercayaan menuju tempat yang pada hari-hari sebelumnya sering mereka kunjungi berdua untuk berkoordinasi. Jumlahnya ada 6 tempat pemungutan suara di 2 desa berbeda. Revalina setia beriringan meskipun harus mengantarkanmu melewati jalan yang cukup terjal.

“Kamu mengatur para saksi?” tanyanya lagi.
“Iya”
“Kenapa tidak bersaksi? kamu tipe orang yang tidak suka diatur ?”
“Bukan, alasan pertama karena aku sudah bersaksi”
“Atas apa?”
“Bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah”
“Lalu, alasan yang kedua?”
“Aku tidak punya alasan yang kedua”
“Bagaimana mungkin?”
“Mungkin saja, ini kan negara merdeka, siapa saja boleh beralasan tunggal maupun jamak”
“Oh tentu.. ha ha ha”

Hari itu ada luka di hati kamu, nazir mushala tempatmu biasa mengumandangkan adzan didalamnya ketauan menerima uang warna biru untuk mencoblos partai warna kuning yang calegnya seorang nasrani. Lalu tetanggamu yang setiap senin pagi kamu antarkan getuk untuknya sarapan ketauan mencoblos partai warna merah, meskipun calegnya seorang Islam, tapi itu cukup membuatmu jengkel.

Sementara partai yang kamu dukung dan idolakan karena alasan yang jamak, hanya dicoblos tiga belas orang, jumlah yang sangat sedikit. Kamu pulang ke rumah disambut kabar itu, kabar yang kurang sedap. Nazir Mushala tampaknya mudah terhasut, dan tetanggamu telah berkhianat. Walaupun dia jelas jelas tau bahwa kamu itu siapa dan seisi desa juga tahu bahwa kamu itu mendukung partai putih tersebut.

Revalina berusaha menghibur.

“Mari kita jalan jalan”
“rute yang sama?”
“rute baru donk”
“kemana?”
“ ....

Revalina hanya diam, tak menjawab pertanyaan, dan justru itu membuatnya makin cantik. Partai merah dan kuning serta biru membuat kamu marah, meskipun kamu tidak tahu apakah kamu punya hak dan pantas untuk marah. Dan lagi untuk siapa kemarahan tersebut, toh juga Nazir Mushala sudah sekongkol, Tetangga kamu sudah berkhianat. Tapi angin sawah sore itu menghiburmu, menyanyikanmu sebuah lagu, lagu Roma Irama sang Capres.

Kini isi kepalamu sudah bewarna terang, semua saraf menarik kesimpulan, bahwa tidak ada kekalahan, tidak ada perpisahan. Hamparan sawah yang hijau meskipun mengingatkanmu pada partai nomor sembilan berhasil menenangkanmu, bibirmu melafadzhkan hamdallah dan kamu yakin segala perjuangan akan berujung syurga yang indah.

*Diketik oleh Nanda Koswara, di ujung senja Kota Galang, Sumatera Utara
Follow @NandaKoswara on Twitter (pksnongsa)

0 Response to "Kisah Nazir Musholla dan Penghianatan Tetangga | By @NandaKoswara "

Posting Komentar

Tinggalkan Pesan Anda: